-->
-->
Oleh: Rofinus Emi Lejap
Irigasi Tadah Hujan
Irigasi tadah hujan merupakan sistem irigasi yang tergantung pada curah hujan. Bila turun hujan agak banyak, maka kesuburan tanaman pun cenderung lebih baik. Dan sebaliknya bila hujan kurang, maka terjadi sebaliknya. Ini hukum alam yang seakan para petani di daerah-daerah gersang sudah memahami proses dan siap menerima dampak yang timbul.
Model irigasi yang sepenuhnya tergantung pada curah hujan, membuat masyarakat menjadi statis dan hidup serba keterbatasan. Padahal di atas padang gersang pun sering kebanjiran pada musim hujan. Mungkinkah dapat diciptakan suatu system untuk memanfaatkan kelebihan hujan yang menjadi banjir?
Dengan system itu, banjir dapat dialirkan ke ladang-ladang selayaknya model irigasi sungai pada umumnya atau juga menggunakan system kolmatase dan terasering untuk tanah miring. Ada yang membuat empang atau embung tadah hujan, tetapi dapat juga dilakukan terobosan membagi aliran banjir dari kali mati bila terjadi banjir di musim hujan.
Saluran Irigasi Banjir
Saluran irigasi untuk mengairi ladang dengan banjir, prinsipnya sama dengan
saluran irigasi yang menggunakan air sungai. Hanya bedanya, sungai mensuplai
air secara tetap, sedangkan system irigasi tadah hujan tergantung sepenuhnya
pada curah hujan.
Ada saluran induk atau saluran primer, yang ‘menangkap’ banjir dari kali mati. Saluran primer ini dibuat sepanjang sejumlah ladang yang akan dialiri banjir. Letak saluran induk itu tentu lebih tinggi dari pada area ladang. Kemiringan saluran induk juga perlu dibuat agar landai, untuk mengurangi erosi tanah. Misalnya kemiringan saluran induk berkirar antara 1 persen sampai 5 persen.
Lebar saluran primer harus memperhitungkan luas lahan yang akan diairi serta debit banjir yang akan melewatinya. Bila terlalu lebar sementara ladang yang akan diairi terbatas, maka saluran primer hanya akan menjadi kali mati yang baru. Dan demikian juga bila terlalu sempit, banjir yang mengalir tidak cukup untuk menggenangi ladang, apalagi bila ladang yang diairi cukup luas. Maka lebar dan panjang saluran harus sesuai dengan panjang serta luas lahan.
Pada ujung saluran primer tidak diakhiri pada lahan kosong atau hutan, tetapi dibuat pemanfaatan banjir itu semaksimal mungkin. Misalnya saluran induk dibuat melingkupi area ladang. Dengan demikian air banjir lebih banyak meresap membasahi tanaman.
Saluran kedua merupakan saluran cabang yang menginduk pada saluran primer
untuk membagi air banjir ke ladang-ladang. Saluran sekunder ibarat
cabang-cabang pada batang pohon, sehingga saluran-saluran sekunder disebut juga
sebagai saluran cabang.
Saluran sekunder pada suatu lahan bisa dibuat satu atau lebih, tetapi untuk mempermudah pekerjaan pengontrolan air banjir, sebaiknya saluran sekunder tetap dibuat satu saja untuk setiap lahan ladang.
Saluran tersier merupakan saluran-saluran ranting pada sebuah lahan huma
atau ladang. Saluran tersier dibuat untuk mensuplai air banjir secara merata ke
seluruh lahan yang sudah diolah per petak atau per teras.
Oleh: Rofinus Emi Lejap
Irigasi Tadah Hujan
Irigasi tadah hujan merupakan sistem irigasi yang tergantung pada curah hujan. Bila turun hujan agak banyak, maka kesuburan tanaman pun cenderung lebih baik. Dan sebaliknya bila hujan kurang, maka terjadi sebaliknya. Ini hukum alam yang seakan para petani di daerah-daerah gersang sudah memahami proses dan siap menerima dampak yang timbul.
Model irigasi yang sepenuhnya tergantung pada curah hujan, membuat masyarakat menjadi statis dan hidup serba keterbatasan. Padahal di atas padang gersang pun sering kebanjiran pada musim hujan. Mungkinkah dapat diciptakan suatu system untuk memanfaatkan kelebihan hujan yang menjadi banjir?
Dengan system itu, banjir dapat dialirkan ke ladang-ladang selayaknya model irigasi sungai pada umumnya atau juga menggunakan system kolmatase dan terasering untuk tanah miring. Ada yang membuat empang atau embung tadah hujan, tetapi dapat juga dilakukan terobosan membagi aliran banjir dari kali mati bila terjadi banjir di musim hujan.
Saluran Irigasi Banjir
Saluran irigasi air banjir. |
a.
Saluran Primer
Ada saluran induk atau saluran primer, yang ‘menangkap’ banjir dari kali mati. Saluran primer ini dibuat sepanjang sejumlah ladang yang akan dialiri banjir. Letak saluran induk itu tentu lebih tinggi dari pada area ladang. Kemiringan saluran induk juga perlu dibuat agar landai, untuk mengurangi erosi tanah. Misalnya kemiringan saluran induk berkirar antara 1 persen sampai 5 persen.
Lebar saluran primer harus memperhitungkan luas lahan yang akan diairi serta debit banjir yang akan melewatinya. Bila terlalu lebar sementara ladang yang akan diairi terbatas, maka saluran primer hanya akan menjadi kali mati yang baru. Dan demikian juga bila terlalu sempit, banjir yang mengalir tidak cukup untuk menggenangi ladang, apalagi bila ladang yang diairi cukup luas. Maka lebar dan panjang saluran harus sesuai dengan panjang serta luas lahan.
Pada ujung saluran primer tidak diakhiri pada lahan kosong atau hutan, tetapi dibuat pemanfaatan banjir itu semaksimal mungkin. Misalnya saluran induk dibuat melingkupi area ladang. Dengan demikian air banjir lebih banyak meresap membasahi tanaman.
b.
Saluran Sekunder
Saluran sekunder pada suatu lahan bisa dibuat satu atau lebih, tetapi untuk mempermudah pekerjaan pengontrolan air banjir, sebaiknya saluran sekunder tetap dibuat satu saja untuk setiap lahan ladang.
c.
Saluran Tersier
Tidak ada komentar:
Posting Komentar